Mendalang dan mengembangkan gamelan khas Jawa kenapa tidak? Itulah yang kini dilakoni Ki Dalang Rofit Ibrahim (34 tahun) dan istrinya Hiromi Sasako sejak delapan tahun silam.
Tak sedikit pun terlintas dalam benak Rofit, untuk bisa menetap di Jepang.
Apalagi hingga berkeluarga beranak pinak dan mencari nafkah sebagai
dalang di negeri orang. Namun guratan perjalanan hidup akhirnya
menentukan bahwa, pemuda lulusan Institut Seni Indonesia (ISI)
Yogyakarta tahun 2004 ini bertahan hidup di Jepang, tepatnya di daerah
Ibaraki, Osaka.
Delapan tahun sudah dia dan isterinya berkeliling kota Jepang mementaskan wayang kulit diiringi Hanna Jos,
nama kelompok gamelan yang dikelolanya. Karena ketekunannya, kelompok
gamelan yang dikelolanya cukup dikenal di seantero Jepang. Tak sedikit
permintaan dari berbagai kalangan agar kelompoknya mentas.
“Cerita yang mereka suka ya Mahabarata, mereka senang diiringi
gamelan yang dimainkan tim kami yang semuanya memang orang Jepang.
Kecuali ya saya,” tutur Rofit dalam perbincangan dengan Republika, baru-baru ini sesaat sebelum manggung di acara perhelatan Aseanweek yang digelar di Sakai, Osaka, Jepang belum lama ini.
Dia tak menampik, orang-orang di Jepang sangat menyukai gamelan dan
wayang kullit. Tingginya animo masyarakat Jepang akan budaya asal Jawa
itu pun akhirnya membuat dirinya memutuskan mendirikan Bintang Laras,
sekolah musik gamelan di rumahnya.
Tak hanya mengajar di sekolah musiknya, dia dan isterinya yang
sama-sama handal memainkan gamelan itu juga kerap memberikan pelatihan
gamelan di sejumlah sanggar seni Jawa di Kobe dan beberapa kota lainnya
di Jepang. “Setiap kali manggung kita libatkan empaat hingga enam personel, termasuk istri saya,” ujarnya.
Dia bersyukur banyaknya permintaan manggung mampu menghidupi istri dan dua anaknya Gong Gandang Sasaki dan Arum Sasaki.
Karena tinggal di Jepang, dua anaknya menggunakan marga isterinya yakni
Sasaki. Dia sendiri mengaku masih berkewarganegaraan Indonesia.
Nah, ihwal pemasukan setiap bulan dari manggung itu, Rofit mengaku
jika di kurs-kan dengan mata uang rupiah rerata sebesar Rp 20-an juta. “Puncak pentas biasanya antara bulan Juni hingga Desember, dan bisa mengantongi uang hingga Rp 70 an juta,”
ujarnya seraya mengatakan uang sebesar itu bisa untuk menutupi
kebutuhan bulanan keluarganya yang rata-rata mencapai 50 ribuan Yen atau
setara Rp 5 jutaan.
Di akhir perbincangan, Rofit mengatakan dia mengenal dan menikahi
Hiromi Sasaki saat adanya pertukaran mahasiwa Indonesia – Jepang. Hiromi
yang berwajah ayu itu mendalami seni dan budaya Jawa selama beberapa
bulan lamanya di Yogyakarta dan kepincut pemuda asal Berbah tersebut.
Perkenalan kedua insan beda bangsa itu akhirnya berlanjut pada kesepakatan untuk menikah. “Kami menikah di Jepang, dan istri saya sering ke Yogya juga,” ujarnya.
Rofit Ibrahim Kembangkan Wayang dan Gamelan di Jepang
Posted by
capsnyot
|
Thursday, November 20, 2014
0 comments:
Post a Comment