Master atau Oyakata, pembuat makanan tradisional Jepang, Sushi, yaitu Jiro Ono (89), mengajarkan cara makan sushi yang baik dan benar. Ternyata yang paling baik menurutnya adalah yang simple yang sederhana, tidak pakai soyu atau semacam kecap asin. Tapi kalau mau pakai shoga atau jahe manis silakan saja. Jiro Ono adalah chef sushi terbaik Jepang sekaligus pemilik restoran Sukiyabashi Jiro.
Ada dua cara makan sushi yang baik dan benar. Pertama menggunakan sumpit atau hashi, Kedua tanpa sumpit, hanya pakai tangan biasa saja. Meskipun demikian keduanya sama dalam pengambilan sushi.
Pengambilan sushi haruslah dari samping, jangan tegak lurus dari atas. Kalau pakai sumpit maka sumpit memegang gumpalan nasi sushi. Lalu diangkat dan didekatkan ke mulut kita lalu dimakan dengan gentle, dengan anggun. Jangan terburu-buru, tetapi santai dan nikmati dengan baik dan sopan. Tidak usah pakai soyu.
Apabila pakai tangan, maka sama, tangan kita mengambil sushi dengan memegang dari samping gumpalan nasi sushi. Jadi jangan memegang sushi tegak lurus dari atas ke bawah. Tetapi mengambilnya pelan-pelan dari samping gumpalan nasi sushi tersebut menggunakan telunjuk dan ibu jari kita. Sama dengan sumpit, angkat sushi lalu dekati ke mulut dan makan secara gentle.
Makan sushi harus sekaligus,
tidak boleh dipisah dan tidak boleh sepotong-sepotong. Seringkali kita
melihat di Indonesia makan sushi dipisahkan antara ikan di atasnya dan
nasi kepalan di bawahnya. Ini jelas salah.
Lalu bagaimana kalau makan sushi pakai soyu? Bagaimana cara mengenakan soyu ke sushi tersebut?
Menurut Oyakata Ono, jangan ambil sushi dicelupkan terbalik, bagian ikan yang dikenakan soyu. Itu salah besar. Kalau mau pakai soyu sebaiknya ambil shoga atau jahe manis itu, lalu shoga celupkan atau kenakan sedikit pada soyu, lalu shoga yang telah basah dengan soyu itulah yang mengelus atau mencocolkan soyu-nya ke atas daging ikan sushi tersebut. Kalau shoga mau sekalian dimakan silakan. Kalau shoga tak mau dimakan, ya tinggal ambil sushi lalu makanlah sushi tersebut.
Ada yang suka mencocolkan nasi kepalan sushi ke soyu lalu dimakan lah sushi sekaligus. Menurutnya sebaiknya jangan lakukan hal tersebut karena seharusnya rasa soyu mengena dulu ke ikan bukan ke nasi kepalan tersebut, yang berakibat rasa sushi akan lain bila soyu hanya kena nasi saja. Demikian misalnya dipaksakan kena nasi dan ikannya, maka sushi akan rusak dan tidak baik dimakan. Dengan demikian yang terbaik adalah dengan mencocolkan soyu yang ada pada shoga ke ikan sushi yang ada di atas kepalan nasi tersebut.
Sushi juga di dalamnya sudah ada sedikit wasabi, akar-akaran yang diparut menjadi bumbu “menyengat hidung” yang sangat pedas. Jadi sebaiknya tidak menambahkan wasabi lagi. Terpenting adalah makan sushi terbaik dengan cara makan sushi yang telah disediakan chef, si pembuat sushi, seharusnya itu yang terbaik, simple, tak perlu pakai soyu atau tambahan wasabi lagi.
Perpaduan kestabilan atau balance antara kepalan nasi, ikan, wasabi dan ukuran antara nasi dan ikan, serta penampilan penempatan, menjadi satu patokan melihat sushi yang baik atau tidak.
Apabila sushi terlalu besar tidak baik, terlalu kecil tak baik, harus pas satu set kepalan makan sushi
dan ikan yang bisa masuk mulut manusia dewasa dengan baik. Kalau dibuat
terlalu besar, padahal harus makan sekaligus, maka si tamu akan jadi
kesulitan makan dan berarti menyulitkan. Kekecilan juga akan
membingungkan tamu, kecuali untuk anak-anak tentu saja dengan ukuran
kecil.
Pada hakekatnya sushi baik
mulai pembuatan sampai dengan makan dan menikmatinya adalah suatu seni
tersendiri sampai kepada penampilan dan penyajian serta penggunaan
piring sushi itu sendiri. Tak heran makanan tradisional Jepang
akhirnya tahun lalu (2013) tercatat sebagai salah satu Warisan Budaya
Dunia (World Heritage) oleh UNESCO.
0 comments:
Post a Comment